
TEKNA TEKNO – , JAKARTA — Kondisi pasar saham yang kembali bergejolak pada akhir semester I/2025 ini tidak memupuskan niat sejumlah calon emiten untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat ada delapan perusahaan berskala besar yang masuk ke dalam pipeline penawaran perdana di pasar saham (initial public offering/IPO) pada semester II/2025. Secara total, ada 14 calon emiten di dalam pipeline IPO saat ini.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan sampai dengan 20 Juni 2025 telah terdapat 14 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dana dihimpun Rp7,01 triliun.
“Hingga saat ini, terdapat 14 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” kata Nyoman dalam keterangan tertulis pada Senin (23/6/2025).
: Membaca Arah Baru Startup Kripto Usai IPO Indokripto (COIN)
Dari 14 perusahaan dalam pipeline IPO itu, satu perusahaan memiliki aset skala kecil atau di bawah Rp50 miliar. Lalu, lima perusahaan beraset skala menengah atau beraset Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar.
Kemudian, terdapat delapan perusahaan dalam pipeline IPO BEI beraset skala besar, yakni di atas Rp250 miliar.
Dari 14 perusahaan dalam pipeline IPO BEI itu, paling banyak berasal dari sektor keuangan dan sektor transportasi serta logistik masing-masing tiga perusahaan. Kemudian, dari sektor basic materials terdapat dua perusahaan, dan dari sektor kesehatan dua perusahaan.
Adapun, sejumlah perusahaan yang terpantau tengah menjalankan aksi IPO salah satunya anak usaha PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA). Perseroan menerbitkan sebanyak-banyaknya 12,48 miliar saham biasa. Harga yang ditawarkan adalah sebesar Rp170 hingga Rp190 per saham.
Lalu, PT Pancaran Samudera Transport Tbk. (PSAT) akan IPO dengan menawarkan 222,35 juta lembar saham. PT Asia Pramulia Tbk. (ASPR) menawarkan 812 juta saham IPO.
PT Trimitra Trans Persada Tbk. (BLOG) menawarkan 563,24 juta saham IPO. Lalu, PT Diastika Biotekindo Tbk. (CHEK) menawarkan 815 juta saham IPO. Selain itu, PT Indokripto Koin Semesta Tbk. (COIN) menawarkan 2,2 miliar lembar saham IPO.
BEI juga mencatat dari 14 perusahaan yang telah melantai di Bursa, terdapat tiga perusahaan lighthouse yakni PT Raharja Energi Cepu Tbk. (RATU), PT Bangun Kosambi Sukses Tbk. (CBDK), dan PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk. (YUPI).
BEI menargetkan tahun ini terdapat lima perusahaan lighthouse yang IPO. Perusahaan lighthouse yang IPO adalah perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar di atas Rp3 triliun dan free float minimal 15%.
“Kami menetapkan target pada tahun 2025 sebanyak lima IPO lighthouse dan saat ini sudah ada tiga yang tercatat, yakni RATU, CBDK, dan YUPI,” ujar Nyoman terpisah.
: Indonesia’s IPO Market Heats Up as Five Companies Eye Listings
Alhasil, target BEI, ada dua tambahan perusahaan lighthouse yang IPO pada tahun ini. Kedua perusahaan menurut Nyoman berasal dari sektor energi dan consumer.
Nyoman menjelaskan bahwa kehadiran perusahaan lighthouse atau emiten besar diharapkan dapat memperkuat struktur dan likuiditas pasar, sekaligus menarik lebih banyak minat investor.
“BEI terus mendorong perusahaan dengan skala dan potensi pertumbuhan yang tinggi untuk memanfaatkan pasar modal sebagai sumber pendanaan jangka panjang,” kata Nyoman.
Pergerakan IHSG
Sementara itu, kondisi pasar saham Indonesia kembali terkoreksi menjelang akhir semester I/2025. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah pada perdagangan Senin (23/6/2025) seiring dengan memanasnya konflik di Timur Tengah.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG mencatatkan pelemahan sebesar 1,74% ke level 6.787,14. IHSG dibuka di level 6.833,48 pada perdagangan Senin (23/6/2025). IHSG berada di level terendah 6.745,15 dan mencatatkan level tertinggi di level 6.834,77.
IHSG ditutup dengan nilai transaksi yang diperdagangkan mencapai Rp12,72 triliun, volume transaksi 24,77 miliar lembar, dan frekuensi transaksi 1,35 juta kali. Adapun, market cap pasar modal Indonesia mencapai Rp11.877 triliun.
Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas, David Kurniawan mengatakan pasar saham dipengaruhi oleh sentimen konflik Iran dan Israel yang kian memanas. Konflik tersebut mendorong harga minyak dunia melonjak. Pasar saham Indonesia pun terdampak negatif.
“Geopolitik antara Israel-Iran masih krusial. Jika konflik mereda, minyak turun dan saham konsumen terangkat. Sebaliknya, jika eskalasi meningkat, pasar energi naik dan sektor pertahanan mendapat keuntungan,” kata David dalam risetnya pada Senin (23/6/2025).
Analis Phintraco Sekuritas Ratna Lim juga mengatakan ikut sertanya AS dalam konflik Iran dan Israel akan semakin meningkatkan ketegangan geopolitik dan berpotensi mendorong kenaikan harga komoditas, terutama minyak mentah.
Kemudian, lonjakan harga minyak dapat mendorong kenaikan inflasi global. Kondisi tersebut akan membuat para bank sentral tidak dapat menurunkan suku bunga di tengah ekonomi global yang cenderung membutuhkan stimulus moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.