Emiten Ramai Bikin Perusahaan Baru: Analis Ungkap Strateginya!

TEKNA TEKNO JAKARTA. Dunia korporasi Tanah Air tengah diwarnai fenomena menarik: sejumlah emiten belakangan ini kian agresif dalam mendirikan perusahaan baru, baik secara langsung maupun melalui entitas anak usaha. Langkah strategis ini bukan tanpa alasan, melainkan merupakan bagian integral dari upaya ekspansi bisnis yang ambisius, sekaligus memperkuat fondasi dan portofolio usaha mereka untuk jangka panjang.

Berdasarkan penelusuran mendalam yang dilakukan Kontan.co.id, dalam kurun waktu satu pekan terakhir saja, setidaknya tiga emiten besar telah secara resmi mengumumkan pembentukan entitas-entitas bisnis anyar ini. Tren ini menunjukkan dinamika pasar yang terus bergerak dan adaptasi korporasi terhadap peluang pertumbuhan.

Geopolitik Makin Panas, Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (23/6)

Salah satu contoh nyata terlihat pada PT Summarecon Agung Tbk (SMRA). Melalui entitas terkendalinya, PT Serpong Cipta Kreasi Tbk (SPCK), emiten properti ini gencar mengembangkan proyek real estat di atas lahan strategis. Lahan tersebut, yang berlokasi di Serpong, Kabupaten Tangerang, merupakan milik pihak afiliasi SMRA, yakni PT Variatata (VT) dan PT Lestari Kreasi (LK). Guna memperlancar proses pengembangan ini, SPCK bersama VT dan LK mengambil inisiatif mendirikan dua perusahaan baru pada 13 Juni 2025: PT Serpong Cahaya Harmoni (SPCH) dan PT Serpong Cipta Lestari (SPCL). Kedua entitas inilah yang kemudian akan mengakuisisi lahan dari VT dan LK, menjadi tulang punggung bagi proyek real estat yang sedang berjalan.

Bergerak di sektor yang berbeda, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) juga tak ketinggalan dalam gelombang ekspansi ini. Melalui dua anak usahanya, PT Arkora Energi Merah Putih (AEMP) dan PT Arjuna Hidro (AH), emiten ini membentuk dua entitas baru, yaitu PT Pembangunan Hydro Indonesia (PHI) dan PT Arkora Merah Putih (AMP), pada 17 Juni. Dengan langkah ini, ARKO secara tidak langsung menguasai 99% kepemilikan saham di masing-masing perusahaan baru tersebut. Pembentukan ini merupakan manifestasi dari strategi ARKO untuk memperluas cakupan bisnis di sektor energi baru dan terbarukan, menegaskan komitmennya terhadap masa depan energi bersih.

Tumbang di Pekan Lalu, Begini Proyeksi Pergerakan IHSG, Senin (23/6)

Lain halnya dengan PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR) yang memilih jalur pembentukan anak usaha tunggal. Pada 16 Juni, POWR mendirikan PT Energi Baik Alami (EBA), dengan kepemilikan saham POWR mencapai 49.999 lembar atau setara 99,998% dari total modal disetor EBA. Entitas ini secara khusus dirancang sebagai holding company yang akan memfokuskan diri pada pengelolaan dan pengembangan investasi di sektor energi terbarukan, menunjukkan visi jangka panjang POWR dalam diversifikasi portofolio dan mendukung keberlanjutan.

Menurut Ekky Topan, Investment Analyst Infovesta Utama, langkah pendirian perusahaan baru oleh para emiten ini merupakan strategi yang tidak hanya menjanjikan, tetapi juga sangat krusial. “Selain mendorong ekspansi, perusahaan baru memungkinkan struktur bisnis menjadi lebih fokus dan fleksibel untuk tumbuh secara independen,” ujarnya, menggarisbawahi potensi otonomi dan efisiensi, pada Jumat (22/6).

Iran-Israel Makin Panas, IHSG Masih Akan Tertekan dalam Jangka Pendek

Senada dengan pandangan tersebut, Muhammad Wafi, Analis Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), menambahkan bahwa entitas baru umumnya dapat bergerak lebih lincah dan fokus dalam pengambilan keputusan bisnis. Ia juga menekankan kemudahan proses pendiriannya. “Proses pendiriannya juga relatif mudah, selama tidak bertentangan dengan POJK 17/2020 dan POJK 42/2020, maka tak memerlukan RUPS,” jelas Wafi, pada Minggu (22/6).

Namun, di balik optimisme ini, para analis turut mengingatkan akan sejumlah risiko yang patut diperhitungkan. Pendirian perusahaan baru secara inheren memerlukan suntikan modal awal yang tidak sedikit. Selain itu, ada potensi terjadinya tumpang tindih usaha dengan induk perusahaan jika perencanaan tidak matang. Lebih lanjut, jumlah entitas yang terlalu banyak dapat memperumit pengawasan dan berpotensi memperlemah fokus manajemen, terutama bila diversifikasi tidak terintegrasi dengan baik dan tujuan strategisnya tidak jelas.

“Oleh karena itu, pendirian entitas baru perlu dibarengi dengan perencanaan matang dan tata kelola yang kuat,” tegas Ekky, menekankan pentingnya mitigasi risiko dan pengelolaan yang cermat demi kesuksesan jangka panjang.

Dunia Menanti Balasan Iran Usai Trump Klaim Menghancurkan Situs Nuklir

Ke depan, Ekky memperkirakan tren pendirian entitas baru ini akan terus berlanjut sepanjang sisa tahun 2025. Prediksi ini didasari oleh beberapa faktor pendorong: pemulihan sektor riil yang semakin kuat, meningkatnya akses pendanaan bagi korporasi, serta adanya insentif pemerintah, khususnya di sektor properti, energi hijau, dan digitalisasi. Wafi turut menambahkan, sektor-sektor seperti energi terbarukan, data center, dan bidang-bidang terkait Environmental, Social, and Governance (ESG) akan menjadi lahan subur bagi lahirnya entitas baru di masa mendatang, mencerminkan pergeseran fokus investasi global.

Terkait saham emiten yang kini tengah gencar melakukan ekspansi, Wafi belum memberikan rekomendasi resmi, namun ia memproyeksikan harga saham SMRA berpotensi menembus Rp 700, ARKO di level Rp 900, dan POWR dapat mencapai Rp 1.000 per saham. Sementara itu, Ekky menyarankan saham SMRA menarik untuk dikoleksi dengan target harga Rp 500, POWR di Rp 800, dan menjadikan ARKO sebagai opsi spekulatif di kisaran Rp 900–950 per saham, menawarkan perspektif investasi yang beragam bagi para pelaku pasar.

  SMRA Chart by TradingView

Ringkasan

Emiten di Indonesia secara agresif mendirikan perusahaan baru, baik secara langsung maupun melalui entitas anak usaha, sebagai strategi untuk ekspansi bisnis dan memperkuat portofolio usaha jangka panjang. Dalam satu pekan terakhir, setidaknya tiga emiten besar telah mengumumkan pembentukan entitas baru. Contohnya termasuk PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang membentuk dua perusahaan properti, PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) untuk energi baru terbarukan, serta PT Cikarang Listrindo Tbk (POWR) untuk investasi energi terbarukan.

Analis menilai langkah ini krusial karena memungkinkan struktur bisnis lebih fokus dan fleksibel, dengan proses pendirian yang relatif mudah. Meskipun demikian, risiko yang perlu diwaspadai meliputi kebutuhan modal awal yang besar, potensi tumpang tindih usaha, dan komplikasi pengawasan jika entitas terlalu banyak. Oleh karena itu, perencanaan matang dan tata kelola yang kuat sangat penting demi kesuksesan jangka panjang. Tren pendirian entitas baru ini diperkirakan akan berlanjut pada tahun 2025, didorong pemulihan sektor riil dan insentif pemerintah, khususnya di sektor energi hijau dan digitalisasi.

You might also like