Kocok Ulang Portofolio 2025: Strategi Jitu Hadapi Dinamika Global

TEKNA TEKNO – JAKARTA. Memasuki bulan Juli 2025, para pelaku pasar di seluruh dunia perlu mencermati serangkaian sentimen global yang berpotensi signifikan memengaruhi kinerja aset-aset investasi. Dinamika geopolitik yang terus berkembang, kebijakan tarif perdagangan, dan arah suku bunga bank sentral global menjadi faktor penentu utama pergerakan pasar keuangan dalam waktu dekat.

Djoko Soelistyo, Head of Investment & Insurance Product, Consumer Banking Group Bank DBS Indonesia, menjelaskan bahwa dalam sebulan terakhir, pasar keuangan global sempat menunjukkan sinyal positif. Hal ini didorong oleh membaiknya hubungan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China, serta meredanya ketegangan di Timur Tengah. Bersamaan dengan itu, pelemahan nilai tukar dolar AS dan ekspektasi akan pemangkasan suku bunga The Fed turut memicu reli pada berbagai kelas aset global, mulai dari mata uang, obligasi, hingga saham.

IHSG Rawan Terkoreksi Selasa (1/7), Cek Penyebabnya dan Saham Rekomendasi Analis

Namun, di luar dugaan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga emas justru kompak melemah. Djoko mencermati bahwa hingga Senin (30/6), IHSG telah terkoreksi sebesar 3,46% secara bulanan, diiringi oleh arus keluar dana asing yang mencapai Rp 7,94 triliun per 26 Juni. Sementara itu, harga emas mulai terkoreksi setelah sempat menguat sekitar 25% sejak awal tahun, dipicu oleh aksi ambil untung investor dan revisi ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga.

Sebagai informasi, emas logam mulia Antam telah terkoreksi 0,42% dalam sebulan terakhir, mencapai level Rp 1.880.000 per gram pada Senin (30/6). Senada, emas spot hanya menguat tipis 0,25% dalam sebulan, berada di level US$ 3.296 per ons troi. “Pelemahan ini mengindikasikan bahwa pasar masih diselimuti oleh ketidakpastian yang tinggi, baik dari sisi geopolitik maupun arah kebijakan ekonomi global,” jelas Djoko kepada Kontan, Senin (30/6).

IHSG Menguat, Cek Rekomendasi Teknikal INDY, BMRI, dan MDLA untuk Selasa (1/7)

Di sisi lain, dolar AS juga mengalami tekanan. Meskipun sempat menguat usai kemenangan Presiden AS Donald Trump, greenback kembali melemah. Hal ini terutama disebabkan oleh kekhawatiran terhadap dampak kebijakan tarif terhadap perekonomian AS. Tren de-dolarisasi global yang kian menguat, ditambah dengan defisit fiskal AS yang membengkak, turut menekan posisi dolar sebagai aset safe haven.

Menyikapi kondisi ini, Djoko menyarankan para investor untuk mulai memerhatikan potensi mata uang lain seperti euro dan yuan sebagai alternatif. Pasalnya, euro masih menempati posisi sebagai mata uang global kedua setelah dolar, sementara yuan semakin diperhitungkan seiring dengan meluasnya pengaruh ekonomi China di kancah dunia.

Ada GOTO, BMRI, & BBTN, Cermati Top Losers LQ45 saat IHSG Menguat Hari Senin (30/6)

Untuk strategi alokasi aset investasi, Djoko merekomendasikan pendekatan “strategi barbel”. Strategi ini secara cerdas mengombinasikan obligasi sebagai aset likuid dan defensif dengan saham sebagai aset bertumbuh, guna mencapai keseimbangan optimal antara risiko dan peluang. “Dalam jangka pendek, sekitar tiga bulan ke depan, alokasi sebaiknya difokuskan pada obligasi dan emas. Namun, untuk jangka menengah hingga dua belas bulan, kombinasi saham unggulan, emas, dan obligasi menjadi pilihan utama,” papar Djoko.

Adapun sentimen-sentimen utama yang patut dicermati oleh investor selama bulan Juli 2025 meliputi tenggat waktu pembahasan tarif AS pada 9 Juli, dinamika geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah, arah kebijakan suku bunga global dari bank sentral utama, serta potensi stimulus ekonomi lanjutan dari pemerintah Tiongkok. “Dengan karakteristik pasar yang sangat dinamis, investor sebaiknya terus memperbarui informasi dan menyesuaikan portofolio mereka secara berkala,” pungkas Djoko.

Ringkasan

Memasuki Juli 2025, pasar keuangan global dipengaruhi oleh dinamika geopolitik, kebijakan tarif perdagangan, dan arah suku bunga bank sentral. Meskipun sempat menunjukkan sinyal positif, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga emas justru melemah, dengan IHSG terkoreksi 3,46% dan emas mulai terkoreksi setelah sempat menguat signifikan, mengindikasikan ketidakpastian pasar yang tinggi.

Dolar AS juga mengalami tekanan, mendorong investor mempertimbangkan euro dan yuan sebagai alternatif mata uang. Untuk strategi alokasi aset, disarankan pendekatan “barbel” yang mengombinasikan obligasi dan saham. Jangka pendek sebaiknya fokus pada obligasi dan emas, sedangkan jangka menengah hingga dua belas bulan mengombinasikan saham unggulan, emas, dan obligasi, sambil terus mencermati sentimen global seperti tenggat waktu tarif AS dan kebijakan suku bunga.

You might also like