
TEKNA TEKNO JAKARTA. Prospek mata uang utama global kini semakin menguat, ditopang oleh tekanan yang terus meningkat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pelemahan daya tarik dolar ini tak lepas dari sentimen positif perdamaian di Timur Tengah serta ekspektasi kuat akan pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed) dalam waktu dekat.
Mengutip data dari Trading Economics, indeks dolar (DXY) tercatat berada di level 97,31 pada Kamis (26/6) pukul 20.17 WIB. Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, DXY telah mengalami penurunan signifikan sebesar 0,38%, bahkan mencatatkan pelemahan yang lebih dalam, yakni 1,61% dalam sepekan terakhir. Kondisi ini menjadi cerminan bahwa dolar AS kini menghadapi tantangan serius di pasar mata uang global.
Sebaliknya, mayoritas mata uang utama dunia menunjukkan performa mengesankan dengan menguat tajam terhadap dolar AS. Misalnya, GBP/USD melonjak 1,84%, EUR/USD naik 1,79%, NZD/USD menguat 1,09%, dan AUD/USD meningkat 0,87%. Selain itu, Franc Swiss (CHF) menguat 2,02% terhadap dolar, sementara pasangan USD/JPY dan USD/CAD masing-masing turun 0,66% dan 0,24%, menunjukkan pelemahan dolar di berbagai lini.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga adalah faktor utama yang menekan dolar AS. Alwi Assegaf, Research & Development Trijaya Pratama Futures, menjelaskan bahwa sentimen ini dipicu oleh proyeksi pelonggaran moneter oleh The Fed yang diperkirakan akan terjadi pada Juli mendatang. Berdasarkan data FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga kini telah melonjak menjadi 25%, dari sebelumnya hanya 12%.
Alwi juga menyoroti bagaimana pasar bereaksi terhadap pernyataan mantan Presiden Donald Trump. “Pasar bereaksi terhadap pernyataan mantan Presiden Donald Trump yang mengkritik The Fed dan mendorong percepatan pemangkasan suku bunga. Bahkan, ada isu bahwa Trump akan mengganti Jerome Powell sebelum akhir tahun,” ungkap Alwi kepada Kontan.co.id, Kamis (26/6). Sentimen negatif ini semakin diperparah oleh kekhawatiran yang meningkat terhadap independensi The Fed. Jika kredibilitas bank sentral dipertanyakan, kepercayaan investor global terhadap dolar AS bisa terkikis secara signifikan. Selain itu, ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, khususnya potensi diberlakukannya kembali tarif AS terhadap Uni Eropa pada 9 Juli mendatang setelah berakhirnya masa tenggang 90 hari, juga turut membebani dolar.
Dengan indeks dolar (DXY) yang telah menembus level support penting di 97,6, Alwi memprediksi DXY berpeluang melanjutkan pelemahan lebih lanjut. Target berikutnya bagi indeks dolar adalah level 95, yang merupakan level terendah sejak Februari 2022. Dalam skenario pelemahan dolar ini, Yen Jepang (JPY) disebut-sebut sebagai mata uang utama yang paling prospektif untuk saat ini.
Kuatnya prospek Yen didasari oleh perbedaan arah kebijakan moneter antara Bank of Japan (BoJ) yang mulai menunjukkan sikap hawkish, berbanding terbalik dengan The Fed yang cenderung dovish. Divergensi ini menciptakan peluang besar bagi penguatan Yen. “Situasi geopolitik yang mereda turut menurunkan harga minyak. Ini positif bagi Jepang yang sangat tergantung pada impor energi,” jelas Alwi lebih lanjut. Ia juga menambahkan bahwa potensi kenaikan suku bunga BoJ di tengah melandainya inflasi energi semakin memperkuat fundamental JPY. Sementara itu, outlook Euro (EUR) dinilai kurang menarik akibat potensi pemangkasan suku bunga lanjutan oleh European Central Bank (ECB).
Alwi menegaskan, “Kalau bicara safe haven, saat ini Yen adalah pilihan paling menjanjikan.” Oleh karena itu, ia memproyeksikan pasangan USD/JPY akan bergerak dalam kisaran support 142–142,75 dan resistance 145. “Jika tekanan terhadap dolar berlanjut dan data ekonomi Jepang mendukung, maka USD/JPY bisa mengarah ke support kuat di 142-an dalam beberapa pekan ke depan,” pungkas Alwi, mengindikasikan potensi pelemahan lebih lanjut bagi dolar AS terhadap Yen Jepang.
Dolar Amerika Serikat (AS) kini menghadapi tekanan signifikan akibat sentimen perdamaian Timur Tengah dan ekspektasi kuat pemangkasan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed). Indeks dolar (DXY) telah turun tajam ke level 97,31, dengan proyeksi pelemahan lebih lanjut menuju level 95. Kondisi ini menyebabkan mayoritas mata uang utama global, seperti Euro dan Franc Swiss, menguat secara drastis terhadap dolar AS. Tekanan pada dolar juga diperparah oleh kekhawatiran terhadap independensi The Fed dan potensi ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.
Dalam kondisi pelemahan dolar, Yen Jepang (JPY) muncul sebagai mata uang paling prospektif dan pilihan *safe haven* menjanjikan. Prospek Yen didukung oleh perbedaan kebijakan moneter antara Bank of Japan yang cenderung *hawkish* dan The Fed yang *dovish*. Selain itu, meredanya situasi geopolitik turut menguntungkan Jepang yang bergantung pada impor energi. Pasangan USD/JPY diproyeksikan akan terus melemah, berpotensi mencapai level 142-an dalam beberapa pekan ke depan.