Kuota Impor Sapi Hidup Dihapus: Ekonomi RI Makin Menguntungkan?

TEKNA TEKNO – , Jakarta – Kebijakan pemerintah untuk menghapus kuota impor sapi hidup dinilai positif oleh Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo). Langkah ini diyakini tidak akan mengganggu stabilitas peternak lokal, justru sebaliknya, akan memberikan nilai tambah signifikan bagi perekonomian nasional, terutama di wilayah pedesaan.

Direktur Eksekutif Gapuspindo, Djoni Liano, menegaskan bahwa penghapusan kuota impor sapi hidup bukan berarti praktik impor akan dilakukan tanpa kontrol. Ia menjelaskan, pemerintah telah menyusun prognosa yang memperhitungkan kapasitas produksi dalam negeri, dan hasilnya, seluruh produksi lokal dijamin akan terserap 100 persen. “Jadi enggak akan mengganggu peternak sapi lokal,” tegas Djoni, seperti dikutip dari Antara, Kamis 26 Juni 2025.

Djoni lebih lanjut menguraikan bahwa impor sapi hidup tetap menjadi kebutuhan krusial mengingat lonjakan konsumsi daging masyarakat Indonesia. Dalam empat tahun terakhir, konsumsi rata-rata meningkat hingga 8 persen, sebuah angka yang belum sepenuhnya dapat diimbangi oleh kapasitas produksi dalam negeri. Memilih impor sapi hidup dianggap lebih strategis karena memberikan nilai tambah yang substansial, menciptakan lapangan kerja, dan secara langsung menguntungkan ekonomi pedesaan, sambil pemerintah terus berupaya meningkatkan produksi domestik melalui berbagai program.

Sejalan dengan visi jangka panjang, Djoni memaparkan bahwa berdasarkan peta jalan yang ada, ketergantungan pada impor sapi ditargetkan akan menyusut drastis. Dari 55 persen saat ini, angka tersebut diproyeksikan turun menjadi sekitar 24 persen pada tahun 2030. Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menambahkan, pemerintah memiliki target ambisius untuk tahun 2025, yaitu mendatangkan 200 ribu ekor sapi perah dan 200 ribu ekor sapi pedaging. Secara keseluruhan, dalam lima tahun ke depan, total target sapi indukan yang diimpor akan mencapai sekitar 2 juta ekor, dengan separuhnya (1 juta ekor) merupakan sapi perah. Sudaryono juga menekankan bahwa pemerintah secara aktif mendorong pengusaha peternakan di Indonesia untuk mengimpor sapi indukan dari luar negeri. Mengenai negara asal, sapi hidup dapat didatangkan dari negara-negara yang telah disetujui seperti Australia, Selandia Baru, hingga Brazil. “Boleh berinvestasi membawa sapi hidup ke Indonesia. Sumbernya terserah, selama negara itu disetujui untuk didatangkan, misalnya Australia, Selandia Baru, Brazil, boleh,” ujar Sudaryono usai menghadiri Public Hearing bertema “Negara Beri Bukti, Masyarakat Terima Hasil” di Jakarta, seperti dilaporkan Antara, Rabu 28 Mei 2025.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menjelaskan bahwa penambahan kuota impor sapi hidup merupakan langkah strategis untuk menggenjot produksi daging sapi nasional. Sebelumnya, kuota impor sapi hidup pada tahun 2025 adalah 350 ribu ekor, kini ditambah 184 ribu ekor. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada impor daging sapi beku, yang telah diputuskan untuk dipangkas 100 ribu ton dari sebelumnya 200 ribu ton. Menurut Zulhas, impor sapi hidup memiliki keunggulan karena mampu memberdayakan peternak lokal dan petani, sebab sapi-sapi tersebut akan dikelola secara langsung. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa penambahan impor sapi hidup bertujuan untuk memastikan Indonesia mendapatkan nilai tambah ekonomi dari komoditas ini, tidak seperti impor daging beku yang cenderung langsung dijual ke konsumen tanpa melibatkan sektor peternakan dan pertanian secara luas.

Indonesia memang masih dihadapkan pada tantangan signifikan dalam memenuhi kebutuhan pangan hewani. Kementerian Pertanian mencatat bahwa kebutuhan susu segar nasional mencapai 4,7 juta ton, namun produksi dalam negeri baru mampu menyuplai 1 juta ton. Defisit sebesar 3,7 juta ton ini terpaksa dipenuhi melalui impor. Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah menargetkan impor 1 juta ekor sapi perah secara bertahap dari tahun 2025 hingga 2029. Tantangan serupa juga terlihat pada kebutuhan daging sapi nasional. Pada tahun 2024, kebutuhan mencapai 0,77 juta ton, sementara produksi domestik hanya 0,37 juta ton, menyisakan defisit 0,4 juta ton yang harus diatasi dengan impor. Oleh karena itu, target impor 1 juta ekor sapi pedaging secara bertahap juga ditetapkan dari 2025 hingga 2029. Meskipun angka impor menunjukkan peningkatan, ada optimisme kuat terhadap tren positif produksi daging sapi nasional. Produksi diproyeksikan meningkat menjadi 380 ribu ton pada tahun 2025 dan ditargetkan mencapai 511 ribu ton pada tahun 2035, menandakan komitmen jangka panjang untuk kemandirian pangan.

Han Revanda Putra berkontribusi dalam artikel ini.

Pilihan editor:

Ringkasan

Pemerintah menghapus kuota impor sapi hidup, sebuah kebijakan yang dinilai positif oleh Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo). Langkah ini diyakini tidak akan mengganggu peternak lokal karena produksi domestik dijamin terserap sepenuhnya. Impor sapi hidup dianggap krusial untuk memenuhi lonjakan konsumsi daging yang belum dapat diimbangi produksi dalam negeri, sekaligus memberikan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan.

Kebijakan ini juga bertujuan menggenjot produksi daging sapi nasional dan mengurangi ketergantungan pada impor daging beku. Pemerintah menargetkan impor total 2 juta ekor sapi indukan (1 juta perah dan 1 juta pedaging) secara bertahap hingga tahun 2029 untuk mengatasi defisit pasokan. Meskipun demikian, ada optimisme kuat terhadap peningkatan produksi daging sapi domestik yang diharapkan mencapai kemandirian pangan jangka panjang.

You might also like