
TEKNA TEKNO – , Jakarta – Rencana kenaikan tarif ojol atau ojek online sebesar 8 hingga 15 persen dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini tengah menjadi sorotan. Kemenhub menegaskan bahwa usulan ini masih dalam tahap kajian mendalam, melibatkan berbagai pihak terkait secara menyeluruh dan proporsional untuk memastikan keadilan dan keberlanjutan ekosistem digital.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Aan Suhanan, menjelaskan bahwa kebijakan tarif tersebut belum ditetapkan secara resmi. Ia menekankan bahwa proses penyusunan regulasi memerlukan pertimbangan yang cermat dari pemerintah serta waktu yang tidak singkat.
“Mengenai pemberitaan kenaikan tarif ojek online 8-15 persen, ini masih dalam tahap kajian mendalam. Artinya, ini belum berupa keputusan final, prosesnya masih banyak, masih panjang,” ujar Aan, seperti dilansir dari Antara pada Rabu, 2 Juli 2025. Aan menambahkan, penetapan tarif tidak bisa dilakukan secara sepihak, melainkan harus mempertimbangkan beragam faktor guna menjamin keadilan bagi seluruh elemen dalam sektor transportasi digital.
Kajian yang tengah berlangsung juga secara khusus mengulas aspek pembagian pendapatan antara perusahaan aplikasi dan mitra pengemudi. Salah satu poin krusial adalah usulan pembatasan potongan komisi maksimal sebesar 10 persen, yang merupakan aspirasi utama dari para pengemudi.
Wacana kenaikan tarif ini pun sontak menuai beragam reaksi dari para pemain utama penyedia layanan transportasi daring di Indonesia, seperti Grab, Gojek, dan Maxim. Masing-masing perusahaan menyampaikan pandangan dan sikap mereka terhadap potensi perubahan kebijakan ini.
1. Grab
Grab Indonesia menyatakan komitmennya untuk terus menjalin komunikasi yang terbuka dan konstruktif dengan pemerintah terkait kebijakan tarif. Vice President Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menegaskan bahwa Grab menjunjung tinggi prinsip transparansi dan kerja sama dalam menyikapi setiap regulasi, termasuk rencana penyesuaian tarif yang sempat dibahas dalam Rapat Komisi V DPR RI bersama Kementerian Perhubungan pada akhir Juni lalu.
“Grab Indonesia senantiasa menjunjung tinggi prinsip keterbukaan dan kerja sama dalam membangun komunikasi yang konstruktif dengan pemerintah, termasuk dengan Kementerian Perhubungan,” kata Tirza, dikutip dari Antara. Ia melanjutkan, penyesuaian tarif berpotensi memberikan dampak signifikan, baik terhadap pendapatan mitra pengemudi maupun terhadap respons konsumen yang cenderung sensitif terhadap harga.
Oleh karena itu, Grab menilai pentingnya menjaga keseimbangan antara keberlangsungan penghasilan mitra dan potensi penurunan permintaan layanan. Di tengah ketatnya persaingan industri transportasi daring, Grab menekankan bahwa evaluasi kebijakan tarif harus memperhatikan situasi ekonomi dan kemampuan daya beli masyarakat saat ini.
“Grab Indonesia terus mendengarkan masukan dari para mitra pengemudi melalui berbagai kanal komunikasi, seperti kegiatan rutin Kopdar dan Forum Diskusi Mitra (Fordim) yang kami adakan di berbagai kota, baik secara langsung maupun virtual,” tambah Tirza. Forum-forum tersebut, menurutnya, menjadi wadah strategis bagi mitra untuk menyuarakan pendapat dan mendiskusikan berbagai persoalan di lapangan bersama pihak perusahaan. Grab meyakini bahwa kolaborasi dan transparansi adalah kunci utama dalam menemukan solusi terbaik demi menjaga keberlanjutan ekosistem transportasi digital di Indonesia.
2. Gojek
Gojek, melalui Director of Public Affairs and Communications GoTo, Ade Mulya, menyatakan kesiapan perusahaan untuk menyesuaikan tarif layanan transportasi roda dua (2W) sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Ade juga menegaskan komitmen Gojek dalam menjaga keseimbangan dalam ekosistem transportasi daring secara menyeluruh. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons terhadap rencana Kemenhub untuk menaikkan tarif ojek online sebesar 8 hingga 15 persen.
“Gojek memastikan bahwa seluruh penerapan tarif mengikuti regulasi yang berlaku dari pemerintah,” ujar Ade dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 2 Juli 2025. Ia mengungkapkan bahwa Gojek tengah berkoordinasi aktif dengan Kementerian Perhubungan dalam melakukan kajian mendalam, seiring dengan pembahasan yang telah dilakukan di rapat Komisi V DPR RI.
Tujuan utama dari kajian ini, menurut Ade, adalah memastikan setiap kebijakan yang diterapkan dapat memberikan manfaat optimal bagi seluruh elemen dalam ekosistem, mulai dari mitra pengemudi, konsumen, hingga perusahaan penyedia layanan. Gojek juga memandang bahwa mempertimbangkan daya beli masyarakat adalah hal krusial, terutama dalam situasi ekonomi saat ini.
“Kami berkomitmen memberikan tarif yang kompetitif dan sesuai regulasi dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat sesuai kondisi ekonomi saat ini,” imbuhnya. Ade menambahkan, Gojek akan terus menjalin koordinasi erat dengan pemerintah guna memastikan penerapan kebijakan dilakukan secara adil dan seimbang. Gojek meyakini bahwa keterbukaan terhadap regulasi dan kolaborasi lintas sektor adalah strategi vital untuk menciptakan stabilitas serta pertumbuhan berkelanjutan dalam sektor transportasi daring. Melalui pendekatan ini, Gojek berharap penyesuaian tarif yang akan diterapkan dapat memperkuat ekosistem ekonomi digital dan meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi di tengah dinamika tantangan ekonomi saat ini. “Ini penting untuk menjaga keberlanjutan ekosistem dan memastikan permintaan layanan tetap tinggi, sehingga mendukung penghasilan mitra secara jangka panjang,” pungkasnya.
3. Maxim
Berbeda dengan kedua platform sebelumnya, Maxim Indonesia justru mengimbau pemerintah untuk meninjau kembali rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8 hingga 15 persen. Muhammad Rafi Assagaf, Government Relation Specialist Maxim Indonesia, menyebut bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan awal, yakni menghambat perkembangan ekosistem digital. Ia menekankan bahwa kenaikan tarif dapat berdampak negatif tidak hanya bagi konsumen, tetapi juga bagi mitra pengemudi serta kelangsungan industri e-hailing secara keseluruhan.
“Pemerintah harus memperhatikan dampaknya terhadap ekosistem digital yang saat ini tengah berkembang,” tegas Rafi melalui keterangan tertulis, Rabu, 2 Juli 2025. Rafi juga menyampaikan bahwa Kementerian Perhubungan perlu memperhitungkan kebutuhan konsumen sekaligus keberlanjutan penghasilan mitra pengemudi, seraya menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara permintaan dan penawaran layanan. “Pemerintah juga harus mempertimbangkan kondisi ekonomi yang sedang kurang stabil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rafi menilai bahwa kenaikan tarif ojol berpotensi merugikan masyarakat pengguna. Dengan tarif yang lebih tinggi, ada kemungkinan masyarakat akan enggan menggunakan layanan e-hailing, yang pada gilirannya akan berdampak negatif terhadap pengemudi karena berkurangnya jumlah pesanan. “Mereka bisa kehilangan sumber penghasilan,” pungkasnya.
Riri Rahayuningsih dan Antara turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan editor: Aneka Respons Berbagai Pihak Terhadap Rencana Naiknya Tarif Ojol
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) sebesar 8-15 persen, yang ditegaskan masih dalam tahap studi mendalam dan belum merupakan keputusan final. Kajian ini melibatkan berbagai pihak dan mempertimbangkan keadilan serta keberlanjutan ekosistem digital, termasuk usulan pembatasan potongan komisi maksimal 10 persen bagi pengemudi.
Rencana kenaikan tarif ini menuai beragam respons dari penyedia layanan. Gojek menyatakan kesiapannya untuk menyesuaikan tarif sesuai regulasi pemerintah, dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan keseimbangan ekosistem. Grab berkomitmen menjalin komunikasi konstruktif, menekankan pentingnya keseimbangan antara pendapatan mitra dan potensi penurunan permintaan. Berbeda, Maxim mengimbau pemerintah meninjau kembali rencana tersebut, khawatir kenaikan tarif justru dapat menghambat perkembangan ekosistem digital serta merugikan konsumen dan pengemudi.