Perang Iran-Israel Memanas: IHSG Tertekan? Analisis & Prediksi

TEKNA TEKNO JAKARTA. Pada perdagangan Jumat (20/6), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan tekanan signifikan, ditutup melemah 0,88% ke level 6.907,14. Kinerja pasar saham domestik ini sebagian besar dibebani oleh faktor-faktor eksternal yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor.

Menurut Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas, terdapat dua faktor utama yang menjadi pemberat bagi pergerakan IHSG. Pertama, eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah, terutama dengan keterlibatan negara-negara anggota G7, termasuk Amerika Serikat. Kondisi ini memicu peningkatan kekhawatiran di pasar akan potensi lonjakan inflasi.

Kedua, tertahannya suku bunga acuan, baik itu BI Rate di dalam negeri maupun Fed Funds Rate (FFR) di Amerika Serikat. Kebijakan ini menciptakan sentimen negatif di pasar, memicu kekhawatiran akan tekanan pada daya beli konsumen dan terhambatnya permintaan kredit, yang pada gilirannya dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Di samping itu, tekanan terhadap IHSG juga datang dari faktor domestik. Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, menyoroti pemberitaan terkait defisit APBN Indonesia yang turut memengaruhi pandangan pasar terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional.

Dampak dari berbagai tekanan tersebut terlihat jelas dari aksi jual bersih investor asing. Pada perdagangan Jumat (20/6), investor asing tercatat melakukan net sell besar-besaran, terutama pada saham perbankan. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin penjualan asing dengan nilai Rp 576,8 miliar, diikuti oleh PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) sebesar Rp 445,7 miliar. Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) mencatatkan penjualan asing Rp 308,9 miliar, dan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBNI) sebesar Rp 129,4 miliar. Secara agregat, total net sell asing di seluruh pasar mencapai Rp 2,73 triliun pada hari tersebut.

Indy Naila menjelaskan bahwa investor cenderung masih bersikap “risk-on” terhadap sektor perbankan lantaran data-data ekonomi makro yang belum sepenuhnya pulih. Kekhawatiran diperparah oleh belum meningkatnya penyaluran kredit, yang menimbulkan keraguan akan prospek profitabilitas bank serta ketidakjelasan arah suku bunga ke depan. Penurunan pertumbuhan kredit bahkan tercatat sebesar 8,43% secara tahunan (YoY) pada Mei 2025, menambah sentimen negatif di pasar.

Untuk jangka pendek, Oktavianus Audi memprediksi IHSG masih akan berada dalam tekanan, dengan rentang pergerakan antara level 6.800-6.900. Prediksi ini semakin menguat apabila tensi geopolitik di Timur Tengah meningkat, terutama dengan potensi terbentuknya aliansi antara Israel dan Iran. Pasar saham, menurutnya, akan tetap sangat sensitif terhadap perkembangan situasi di kawasan tersebut.

Meskipun menghadapi kondisi pasar yang menantang, beberapa analis merekomendasikan saham pilihan. Oktavianus Audi, dengan pertimbangan momentum jangka pendek dan analisis teknikal, merekomendasikan “spekulatif buy” untuk PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dengan target harga Rp 570, serta PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dengan target harga Rp 8.400. Sementara itu, Indy Naila menjagokan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dengan target harga Rp 1.400 – Rp 1.500 dan PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dengan target harga Rp 2.600.

Ringkasan

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 0,88% ke level 6.907,14 pada perdagangan Jumat (20/6) akibat tekanan dari faktor eksternal dan domestik. Tekanan utama datang dari eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah yang memicu kekhawatiran inflasi di pasar. Selain itu, tertahannya suku bunga acuan BI Rate dan Fed Funds Rate juga menciptakan sentimen negatif yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Defisit APBN Indonesia juga turut membebani pandangan pasar terhadap prospek ekonomi nasional.

Dampak dari berbagai tekanan ini terlihat dari aksi jual bersih investor asing sebesar Rp 2,73 triliun, khususnya pada saham perbankan seperti BBCA, BMRI, dan BBRI. Investor masih bersikap “risk-on” terhadap sektor perbankan karena pemulihan data ekonomi makro yang belum pulih sepenuhnya dan belum meningkatnya penyaluran kredit. Untuk jangka pendek, IHSG diprediksi masih akan berada dalam tekanan pada rentang 6.800-6.900. Prediksi ini akan semakin menguat jika tensi geopolitik di Timur Tengah meningkat.

You might also like