Nvidia Salip Apple, Tapi Waspada Huawei: Perang Raksasa Teknologi!

Nvidia telah mencatat sejarah baru dengan berhasil menggeser Apple sebagai perusahaan termahal di dunia per Juni. Pencapaian monumental ini mengukuhkan dominasi Nvidia di pasar teknologi global. Namun, di tengah euforia, produsen cip raksasa ini tetap waspada terhadap laju pertumbuhan pesat Huawei dari Cina, yang berpotensi menjadi pesaing serius di masa depan.

Pada Kamis (3/7), kapitalisasi pasar Nvidia meroket hingga US$ 3,92 triliun, setara dengan Rp 63.504 triliun (kurs Rp 16.200 per US$). Angka fantastis ini membawa Nvidia nyaris mencetak rekor sebagai perusahaan paling mahal sepanjang sejarah, hampir melampaui puncak Apple sebesar US$ 3,915 triliun yang dicapai pada Desember 2024. Melansir Reuters pada tanggal yang sama, saham Nvidia sempat melonjak 2,4% ke level US$ 160,98, sebelum sedikit terkoreksi menjadi US$ 159,6. Nilai pasar yang luar biasa ini, meski sedikit di bawah rekor Apple, mencerminkan lonjakan permintaan yang masif terhadap cip AI buatan Nvidia.

Kini, Apple bahkan dianggap bukan lagi perusahaan paling inovatif dan kalah dari Nvidia serta Microsoft dalam beberapa penilaian. Didirikan oleh Jensen Huang pada tahun 1993, Nvidia awalnya dikenal sebagai produsen cip grafis untuk video game. Namun, transformasinya menjadi pemain kunci dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) telah mengubah segalanya. Cip AI canggih buatan Nvidia kini menjadi fondasi utama dalam melatih model AI berskala besar, menjadikan perusahaan ini pusat perhatian pasar global.

Permintaan akan cip Nvidia terus melonjak seiring dengan peningkatan investasi besar-besaran dari raksasa teknologi seperti Microsoft, Amazon, Meta, dan Google untuk membangun pusat data AI. Joe Saluzzi, seorang analis pasar, menyoroti fenomena ini, menyatakan, “Valuasi Nvidia menuju angka US$ 4 triliun. Ini menunjukkan betapa besarnya dorongan investasi pada teknologi AI saat ini.” Nilai pasar Nvidia bahkan kini melampaui gabungan seluruh perusahaan publik di Inggris, dan lebih tinggi dari nilai pasar saham Kanada serta Meksiko. Sejak tahun 2021, kapitalisasi pasar Nvidia telah meroket dari US$ 500 miliar menjadi hampir US$ 4 triliun.

Meskipun harga sahamnya meroket, valuasi Nvidia masih dianggap wajar oleh para analis. Saat ini, sahamnya diperdagangkan di kisaran 32 kali estimasi laba setahun ke depan, angka yang masih di bawah rata-rata lima tahunnya sebesar 41 kali. Perusahaan juga menunjukkan ketahanan yang luar biasa, dengan sahamnya pulih lebih dari 68% setelah sempat melemah pada April lalu akibat kekhawatiran pasar terhadap potensi tarif global dari pemerintahan Presiden Donald Trump. Cina sendiri pernah menggugat Amerika Serikat ke WTO terkait pembatasan ekspor cip semikonduktor, menunjukkan ketegangan yang mendalam dalam industri ini.

Saat ini, Nvidia menyumbang sekitar 7% bobot indeks S&P 500. Bersama Microsoft, Apple, Amazon, dan Alphabet, kelima perusahaan teknologi tersebut secara kolektif menguasai 28% bobot indeks. Hal ini menjadikan sektor AI sebagai penentu utama arah investasi global, termasuk dalam portofolio pensiunan dan reksa dana. Pada akhir tahun 2024, Nvidia juga secara resmi menggantikan Intel di indeks Dow Jones Industrial Average, menandai pergeseran signifikan dalam industri semikonduktor dari komputasi tradisional menuju teknologi berbasis AI.

Bos Nvidia Waspadai Huawei

Di balik gemilangnya pencapaian, Nvidia menyoroti kebijakan Amerika Serikat yang membatasi ekspor cip ke Cina. Kebijakan ini, menurut Nvidia, justru membantu Huawei meningkatkan pangsa pasar di Cina, bahkan menjadikan perusahaan lokal tersebut sebagai ‘pahlawan’ di mata domestik. CEO Nvidia, Jensen Huang, mengakui bahwa teknologi perusahaan mereka satu generasi lebih maju dibandingkan Tiongkok. Namun, ia meyakini bahwa jika Amerika Serikat terus menyetop ekspor cip ke Cina, Huawei akan memanfaatkan peluang ini untuk mengalahkan semua pihak di bidang semikonduktor AI.

Jensen Huang mengisyaratkan bahwa pembatasan konstan AS terhadap cip AI canggih di Tiongkok akan mendorong Beijing untuk membangun ekosistem semikonduktor AI sendiri melalui perusahaan lokal seperti Huawei. “Jika kita ingin teknologi Amerika menang di seluruh dunia, maka menyerahkan 50% peneliti AI dunia bukanlah hal yang masuk akal,” tegas Jensen Huang dalam acara teknologi Viva di Paris. Ia menambahkan, “Selama semua pengembang AI berada di Cina, saya pikir teknologi Tiongkok akan menang. Jadi, kita hanya perlu memperhatikan tindakan jangka pendek terhadap konsekuensi jangka panjang yang tidak diinginkan.” CEO Huawei, Ren Zhengfei, sendiri baru-baru ini mengatakan kepada media Cina bahwa AS telah melebih-lebihkan kemampuan cip AI buatan perusahaannya, di tengah penyelidikan Amerika Serikat terhadap Cina terkait penggunaan cip canggih di Huawei Mate 60 Pro.

Jensen Huang (kiri) dalam acara Indonesia AI Day 2024 (Fauza Syahputra|Katadata)

Amerika Akhirnya Buka Blokir Ekspor Cip ke Cina

Di tengah ketegangan perdagangan cip, pemerintah Amerika Serikat akhirnya mencabut pembatasan ekspor perangkat lunak desain cip ke Cina. Kabar ini diumumkan secara terpisah oleh tiga pemain terbesar di industri ini: Siemens AG, Synopsys, dan Cadence. Ketiganya mengonfirmasi telah menerima surat dari Departemen Perdagangan Amerika Serikat yang memberitahukan pencabutan kontrol tersebut. Siemens, melalui anak usaha software desain cip-nya yang berkantor pusat di Oregon, Amerika Serikat, Siemens EDA, menyatakan kepada CNBC Internasional bahwa perusahaan telah ‘mengembalikan akses penuh’ atas software dan teknologi yang sebelumnya diblokir, serta dapat melanjutkan penjualan ke pelanggan di Cina. Synopsys dan Cadence juga tengah berupaya melakukan hal serupa.

Sebelumnya, pada 23 Mei, Amerika Serikat telah mewajibkan perusahaan perangkat lunak perancangan cip untuk memperoleh lisensi sebelum mengekspor ke Cina. Kebijakan ini merupakan kelanjutan dari pengetatan kontrol ekspor yang lebih dulu membatasi penjualan prosesor AI canggih dari Nvidia dan AMD ke Cina. Ketiga perusahaan tersebut dianggap sebagai bagian vital dari pasar otomasi desain elektronik (EDA) yang didominasi AS, mencakup perangkat lunak, perangkat keras, dan layanan esensial untuk merancang cip dan perangkat semikonduktor. CEO Synopsys, Sassine Ghazi, pada Mei lalu mengungkapkan dalam pertemuan dengan analis bahwa perusahaannya melihat adanya perlambatan penjualan di pasar Cina selama kuartal II, mengingat pelanggan di Tiongkok menyumbang sekitar 10% dari pendapatan kuartalan Synopsys sebesar US$ 1,6 miliar. Sementara itu, Cina juga telah memperkenalkan kebijakan untuk menopang pembuat perangkat lunak desain cip dalam negeri dan mengembangkan pengetahuan independen, terutama setelah Amerika Serikat ‘hobi’ menjatuhkan sanksi yang berujung pada keputusan Huawei dan Xiaomi untuk meninggalkan Android Google. Menurut TrendForce, Synopsys, Cadence, dan Siemens EDA masing-masing memegang pangsa pasar global sebesar 31%, 30%, dan 13% pada tahun 2024.

Ringkasan

Nvidia telah mencatat sejarah baru dengan menggeser Apple sebagai perusahaan termahal di dunia per Juni, dengan kapitalisasi pasar mencapai US$ 3,92 triliun. Awalnya dikenal sebagai produsen cip grafis, Nvidia kini menjadi pemain kunci dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) karena cip canggihnya yang menjadi fondasi model AI skala besar. Permintaan cip Nvidia melonjak signifikan seiring investasi besar raksasa teknologi dalam pembangunan pusat data AI.

Di tengah kesuksesan ini, Nvidia tetap waspada terhadap pertumbuhan pesat Huawei dari Cina. CEO Nvidia, Jensen Huang, menyatakan kebijakan AS yang membatasi ekspor cip justru membantu Huawei meningkatkan pangsa pasarnya. Meski demikian, pemerintah AS baru-baru ini mencabut pembatasan ekspor perangkat lunak desain cip ke Cina.

You might also like